DISKUSI DENGAN PENGIKUT ISA BUGIS
Para pengikut atau simpatisan Isa Bugis demi membela keyakinannya mengatakan bahwa Isa Bugis menggunakan dan meyakini hadits-hadits Rasulullah. Tentu kenyataan ini tidak dapat kita bantah karena memang dalam diktat-diktatnya Isa Bugis mengutip hadits-hadits Rasulullah sallallahau ‘alaihi wasallam.
Namun bagi kita yang mau serius memperhatikan tulisan dan ajaran-ajaran Isa Bugis kita akan mengetahui bahwa hadits-hadits yang Isa Bugis ambil merupakan hadits-hadits yang sesuai dengan keinginannya belaka. Dia tidak memperdulikan hadits-hadits lain yang beribu-ribu jumlahnya terukir di dalam kitab-kitab karya ulama kaum muslimin.
Kalau memang dia sepakat dengan pedoman kaum muslimin mestinya dia mengajarkan Al-qur’an dan Hadits-hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana para ulama telah menjelaskan terhadap keduanya.
Namun kenyataan membuktikan Isa Bugis membuat ajaran baru yang sama sekali tidak merujuk kepada satupun kitab para ulama.
Kalau memang Isa Bugis dan penggemarnya konsekwen dengan Islam, komitmen dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, cobalah merenungkan tulisan berikut. Tulisan yang sebenarnya telah penulis sertakan dalam komen tulisan-tulisan terdahulu.
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam muqadimah kitab tafsirnya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Quran. Beliau -rahimahullah- menyampaikan bahwa cara menafsirkan Al-Quran adalah sebagai berikut:
1. Menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran. Metodologi ini merupakan yang paling shalih (valid) dalam menafsirkan Al-Quran.
2. Menafsirkan Al-Quran dengan As-Sunnah. Kata beliau -rahmahullah-, bahwa As-Sunnah merupakan pensyarah dan yang menjelaskan tentang menjelaskan tentang Al-Quran. Untuk hal ini beliau -rahimahullah- mengutip pernyataan Al-Imam Asy-Syafii -rahimahullah- : Setiap yang dihukumi Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam-, maka pemahamannya berasal dari Al-Quran. Allah -Subhanahu wataala- berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan Kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) membela orang-orang yang khianat. (An-Nisaa:105)
3. Menafsirkan Al-Quran dengan pernyataan para shahabat. Menurut Ibnu Katsir -rahimahullah- : Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Quran dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para shahabat, karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi, yang secara khusus mereka menyaksikannya. Merekapun adalah orang-orang yang memiliki pemahaman yang sempurna, strata keilmuan yang shahih (valid), perbuatan atau amal yang shaleh tidak membedakan diantara mereka, apakah mereka termasuk kalangan ulama dan tokoh, seperti khalifah Ar-Rasyidin yang empat atau para Imam yang memberi petunjuk, seperti Abdullah bin Masud -radliyallahu anhu-.
4. Menafsirkan Al-Quran dengan pemahaman yang dimiliki oleh para Tabiin (murid-murid para shahabat). Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Quran dan As-Sunnah atau pernyataan shahabat, maka banyak dari kalangan imam merujuk pernyataan-pernyataan para tabiin, seperti Mujahid, Said bin Jubeir. Sufyan At-Tsauri berkata : Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan.
Ibnu Katsir -rahimahullah- pun mengemukakan pula, bahwa menafsirkan Al-Quran tanpa didasari sebagaimana yang berasal dari Rasulullah -shallallahualaihi wasallam- atau para Salafush Shaleh (para shahabat, tabiin dan tabiut tabiin) adalah haram. Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas -radliyallahu anhuma- dari Nabi -shallallahualaihi wasallam-:
Barangsiapa yang berbicara (menafsirkan) tentang Al-Quran dengan pemikirannya tentang apa yang dia tidak memiliki pengetahuan, maka bersiaplah menyediakan tempat duduknya di Neraka.(Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, An Nasai dan Abu Daud, At Tirmidzi mengatakan : hadist hasan)
Sampai di sini penjelasan Ibnu Katsir rahimahullah.
Tentunya kaum muslimin secara umum yang memang berusaha menginginkan kebenaran, terhadap metodologi yang dijelaskan Ibnu Katsir tersebut akan sangat setuju. Beda halnya jika memang mereka di dalam hatinya terdapat penyakit, senantiasa memutar otaknya untuk menghindar dari kaidah yang tidak terbantahkan tersebut.
Untuk melihat keliaran Isa Bugis ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini kami nukilkan tafsir / terjemahan Isa Bugis terhadap surat Al-Ikhlas, semoga kaum muslimin dapat berfikir obyektif.
Benarkah Isa Bugis di atas jalan Shirotol Mustaqim ataukah telah menyeleweng dari jalan yang lurus itu dan menuju jurang kehinaan. Kaum muslimin dapat menilai sendiri.
Tafsir Surat Al-Ikhlas dari Pak Isa Bugis,
Mudah-mudahan saya hidup dengan ilmu Allah
ang telah mengilmukan Al-Qur’an
Pembina kehidupan sayang kasih menurut pilihan masing-masing
Tegaskan : Dia, Allah dengan Al-Qur’an menurut sunnah Rasul ini adalah satu-satunya Pemersatu paling hebat.
Tidakdemikian halnya dengan pelacur dhulumat yang berminyak air Nur menurut de efect Sunnah Syayatin apapun, juga tidak demikian dengan maling dhulumat menurut reflex Sunnah Syayatin apapun sepanjang abad
Dan tiada satupun dapat menandingi satunya Pemerstu terhebat.
Itulah tafsir Isa Bugis atau muridnya (Bpk.Masykur mantan guru saya dulu), saya nukilkan dari Majalah Al-Muslimin 246 halaman 55. (Sebenarnya saya punya referensi sendiri tentang diktat-diktat Pak Isa Bugis, namun saat ini sedang tidak di tangan karena sedang diperlukan oleh seseorang, sehingga saya menukil tafsir tersebut tidak langsung dari diktatnya Pak Isa. Bagi para pembaca dapat mengecek kebenaran nukilan saya pada majalah Al-Muslimun. Perlu diketahui oleh pembaca bahwa saya dapatkan Majalah Al-Muslimun merupakan kiriman dari Istri saya, waktu itu saya masih sebagai pengikut Pak Isa Bugis, untuk menyamakan presepsi keagamaan (calon suami istri) saya kirimkan diktat pengantar iman karya Pak Isa Bugis, dan sebagai bantahan calon Istri mengirimkan Foto Copyan Majalah Al-Muslimun itu kepada saya. Pada waktu itu saya sangat kecewa dengan calon Istri yang secara tidak langsung membantah faham yang saya ikuti.)
Beberapa persoalan yang perlu kita renungkan berkaitan dengan tafsirnya Isa Bugis terhadap Surat Al-Ikhlas di atas.
Pertama : Kalau memang Isa Bugis merupakan penerus ajaran Islam yang di bawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tolong sebutkan referensi yang beliau rujuk berkaitan tafsir-tafsir yang begitu aneh tersebut. Apabila beliau tidak mampu menyebutkan referansinya dapat dikatakan bahwasannya beliau menafsirkan menurut akalnya sendiri yang bermakna pula Beliau bukan penerus ajaran islam yang di bawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi dia adalah mubtadi’ pencetus ajaran baru seperti juga Mushadeq yang telah bertaubat.
Kedua : Pak Isa mengurangi makna sifat-sifat Allah yang mulia bahkan menghilangkannya.
Seperti :
Ar-Rahman ditafsirkan hanya ditafsirkan Yang mengilmukan / mengajarkan Al-Qur’an (yang berisi ajaran nur lawan dhulumat)
Ar-Rahim ditafsirkan yang membembina kehidupan sayang kasih menurut pilihan masing-masing
Allahu ahad : Satu-satunya pemersatu paling hebat
Bahkan lam yalid tidak diterjemahkan Dia yang tidak beranak,
sedangkan lamyulad juga tidak diterjemahkan Dia yang tidak diperanakkan
Tidak ada satupun yang sekufu / sebanding dengannya juga tidakdimaknakan sebagaimana mestinya.
Demikianlah tafsir Pak Isa, bebas tanpa kaidah-kaidah ilmu-ilmu islam yang telah diakui oleh kaum muslimin.
Sebagai perbandingan saya nukilkan tafsir dari Ar-Rahman dan Ar-Rahim menurut Syaikh Utsaimin.
Syaikh Utsaimin berkata :
Ar-Rahman : adalah salah satu nama dari nama yang khusus bagi Allah subhanahu wata’ala, yang tidak bisa dinamakan bagi selain Allah. Ar-Rahman artinya adalah Dzat yang bersifat memiliki rahmat (kasih sayang) yang sangat luas.
Sedangkan Ar-Rahim adalah sebuah nama yang bisa dipakai untuk Allah subhanahu wata’ala dan untuk selain Allah. Nama Ar-Rahim bermakna yang memiliki rahmat yang sampai (kepada yang dituju). Maka Ar-Rahman adalah pemilik rahmat yang luas, sedangkan Ar-Rahim maknanya adalah pemilik rahmat yang tersampaikan. Apabila kedua nama tersebut digabung, maka Ar-Rahim bermakna Dzat yang menyampaikan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
Allah mengazab siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan. (Al-Ankabut:21)
(dinukildari Syarah Utsuluts Tsalatsah tiga landasan Agama)
Demikianlah Ahlussunnah menjelaskan Ar-Rahman, Ar-Rahim dan nama-nama Allah lainnya yang husna merupakan nama-nama Allah yang mulia, merupakan sifat-sifat mulia pula, tidak ada satupun makhluk yang sekufu /sama dengan-Nya.
tidak ada sesuatu apapun yang semisal dengan-Nya dan Dia maha mampu menguasai segala sesuatu.
Para pembaca demikianlah, secara ringkas kita menjelaskan keanehan-keanehan tafsir Isa Bugis dan sedikit penjelasan ulama ahlussunnah. Yang dengannya kita mengetahui aliran Isa Bugis adalah aliran Islam yang jauh berbeda dengan Islam Umumnya kaum muslimin. Kita semua menyaksikan perbedaaan yang menyolok.
Dengan demikian Isa Bugis adalah Isa Bugis, dia memiliki ajaran yang baru yang tidak bersandar sedikitpun kepada orang-orang terdahulu dari kalangan sahabat, tabi’in maupun tabiut tabi’in. Padahal Allah menjelaskan orang-orang yang selamat dan mendapat ridho-Nya adalah orang-orang dahulu dan orang-orang yang mengikutinya dengan pengikutan yang baik.
Allah berfirman :
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah:100)
Ayat itu menjelaskan orang-orang yang mendapat ridha Allah itu adalah Muhajirin, Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik. Maka siapapun yang tidak mau mengikuti mereka bahkan membuat ajaran baru mereka terancam tidak mendapatkan ridho-Nya. Bahkan Allah tegas menjelaskan :
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa’:115)
Siapa orang mukmin yang apabila jalannya tidak diikuti menjadikan tersesat dan mengantarkan yang menyelisihnya ke dalam jahannam. Tentu saja mereka adalah orang-orang dahulu para sahabat dan orang-orang yang komitmen mengikuti jalannya. Jalan ketika memahami agama, manafsirkan Al-Qur’an, mangamalkan Al-Qur’an dan mengimaninya termasuk di dalamnya ketika menafsirkan nama-nama dan sifat-saifat Allah yang mulia.
Akhirnya kita memohon kepada Allah agar memberi petunjuk kepada kami, Pak Isa dan seluruh kaum muslimin sehingga kita termasuk orang-orang yang dituntun megikuti jalan orang-orang yang diridhoinya, yaitu orang-orang yang telah diberi nikmat bukan jalannya orang-orang yang dimurkai bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.
SUMBER :
Komentar
Posting Komentar